Oposisi Rakyat Dalam Kontek Amar Makruf dan Nahyi Munkar

Saprudin MS, CEO JMM News

Oleh: Saprudin MS

Dulu ketika belajar di Madrasah Islamiyah, di Pondok Pesantren Tarbiyatul Mualimiin Al-Islamiyah (TMI Al-Amiin) Perenduan, ada mata pelajaran “Qurratur Rasyidah”. Isi pelajaran tersebut cerita-cerita yang mengandung hikmah. Sebenarnya dulu saya tidak suka dengan pelajaran cerita Qurratur Rasyidah karena saya pikir pelajaran itu tepatnya untuk para sntri di kelas Ibtidaiyah dan Tsanwiyah, sedangkan saya santri kelas Intensive (kelas santri yang sudah lulus SLTA sebelum masuk pondok) tingkat Madrasah Aliyah di pondok TMI juga sebagai Mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Al-Amiin (STIDA, sekarang Institut Dirosah Al-Islamiyah Al-Amiin, IDIA) dalam waktu bersamaan.

Dalam cerita Qurratur Rasyidah, “Tukang kayu yang melakukan pekerjaan pembuatan badan kapal perahu, memasangkan kayu yang sedikit kwalitasnya rendah akibat digrogoti rayap. Seorang teman tukang kayu lain mengingatkan, janganlah dipasang kayu yang keropos itu karena mungkin masih ada rayap di bagian dalam. Teman yang diingatkan berkata; “Yaa jikapun ada, paling rayap hanya satu atau dua ekor saja dan badan kapal juga nanti akan tenggelam di laut, mana mungkin rayap tahan hidup dan mampu menggerogoti kapal, pasti akan mati terendam air laut”.

Tapi pada akhir cerita bahwa perahu kapal itu benar-benar mengalami petaka, kapal perahu itu tenggelam. Fakta-fakta hasil penelitian oleh tim investigasi dan identifikasi menunjukan bahwa kapal kayu tenggelam karena kayu-kayu di bagian badan kapal mengalami kropos tidak terkontrol, kemungkinan akibat digrogoti rayap. Kenyataannya ternyata rayap yang diperkirakan dulu hanya ada satu atau dua saja dan tidak nampak dalam pandangan mata karena jumlahnya yang sangat sedikit tersembunyi di dalam kayu material kapal perahu itu, dan meski sebagian badan kapal perahu terendam dalam air laut, tapi rayap berkembang biak juga hingga jumlahnya sangat banyak, menggerogoti perahu hingga kropos dan kapal perahu-pun tenggelam.

Di Fakultas Dakwah Al-Amiin tahun 1995, seorang Kiyai dan Dosen di STIDA menyampaikan materi kuliyah perdana, dalam konsep dakwah islamiyah “Siapa yang melihat kemungkaran maka kepadanya wajib untuk memperbaiki dengan tangannya, jika tidak ada kuasa memperbaiki keadaan dengan tangan (kemampuan kekuasaan, jabatan, status sosial) maka perbaikilah keadaan dengan lisannya (perkataan, menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat tidak baik), jika tidak mampu dengan perkataanpun maka perbaikilah dengan hatinya (cukup dengan itikadkan dalam hati bahwa tidak suka dengan perbuatan itu dan akuilah bahwa perbuatan itu tidak benar sehingga dirinya tidak termasuk pada golongan pelaku ketidakbaikan)”. “Katakanlah kebenaran sebagaimana adanya sekalipun sangat pahit dirasakannya”. “Berlaku adil-lah kalian karena keadilan itu mendekati taqwa”.

Bacaan Lainnya
banner 728x90

Adapun hikmah dari cerita Quratur Rasyidah di muka, janganlah kita menyepelekan hal yang kecil karena dari hal kecil itu sesuatu menjadi besar. Sebagai contoh terjadinya kebakaran besar akibat ada percikan api kecil yang kemudian membakar benda disekitar dan dibiarkan saja tidak dipadamkan sewaktu api masih kecil membakar benda. Tidaklah seorang bisa menjadi perampok, begal, atau terroris yang meledakan bom rakitan dengan target orang-orang yang secara pribadi sama sekali tidak ada masalah dengan diri atau kelompoknya, kecuali dia telah memiliki kebiasaan buruk sejak kecil, seperti sudah biasa mencuri telur ayam atau ayam di kandang ayam tetangganya, mencuri mangga di kebun dan pohon milik orang, memiliki karakter dan kelakuan tega, sadis terhadap mahluk hidup di sekitar; seringkali menyakiti teman bermainya, menyakiti dan menyiksa binatang piaraan dan prilakunya temperamental.

Pesan moral cerita Qurratur Rasyidah dan kuliah perdana sang Kiyai dan Dosen Dakwah

Jika ada suatu keburukan atau ketidaksuaian di lingkungan kita, sekecil atau se-sepele apapun itu hendaknya harus segera diperbaiki dengan caranyanya yang benar agar tidak menimbulkan masalah baru. Adapun cara dan alat untuk melakukan perbaikan tentu menurut kemampuan seseorang, kelompok orang. Memperbaiki keadaan yang tidak baik untuk menjadi baik, melarang seorang individu atau kelompok individu untuk tidak berbuat keburukan atau kerusakan yang menyebabkan gangguan sitem kamtibmas, menganjurkan berbuat kebaikan kepada setiap orang (tablig, menyampaikan kebenaran) adalah tugas dakwah dan perintah agama yang hukumnya wajib kepada yang memiliki kemamapuan melakukannya (fardu kifayah).

Adapun sikap dan perbuatan adil harus berlaku secara universal (umum dan menyeluruh) karena perintah untuk berbuat adil itu adalah hikmah dan hakikat dari konsep Islam sebagai sumber kadaiman bagi semua mahluk hidup di dunia (rahmatan lil alamiin)

Oposisi Rakyat dalam kontek Amar Ma’ruf dan Nahyi Munkar adalah suatu keharusan dalam tatanan siatem masyarakat Muslim karena hukumnya wajib kepada seorang Muslim, Muslimah yang dewasa dan berakal sehat (sebagai taklif yang berlaku kepada Mukallaf). Sah menurut hukum konstitusi negara Kesatuan Republik Indonesia. Oposisi Rakyat yang dimaksud bukanlah pembangkangan terhadap suatu rezim yang sedang berkuasa atas ketidaksetujuan atau atas kebencian. Sebaliknya Oposisi Rakyat sebagai kontribusi sokongan yang sehat kepada pemerintah/negara yang dicintai. Tugas oposisi adalah penyeimbang sistem agar tidak dikuasai oleh pihak dan golongan tertentu, oligarki, memberi solusi terhadap permasalahan sebagai pilihan alternatif. Akan selalu mengingatkan kepada para penyelenggara negara, pelayan publik yang mungkin lalai dan bahkan terlena tengah menikmati fasilitas kekuasan jabatan elite sehingga mungkin telah lupa juga pada kewajibannya yang sejati, “sebagai abdi negara dan abdi rakyat/pelayan masyarakat”. **

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *